Bukan Berarti Tak Menyenangkan

Hidup di sisi sungai, menyeberang di antara bebatuan besar. Terlihat di ujung nan jauh, langkah kaki kecil terus berjalan menuju sisi yang lain. Dengan kaki yang kotor, penuh lumpur dan tanah. Relakan luka demi sebuah harapan yang mulia. Seorang anak kecil berseragam putih merah terlihat lusuh nan kumal. Dengan baju yang hampir menjadi kecoklatan. Ia datangi bangunan reyot yang hampir roboh dengan sokongan sebuah tiang penyangga di sisinya. Demi satu pelajaran berharga, bersama guru yang penuh kesederhanaan.

Heran dalam pikirku, mengapa tiada kesedihan dalam raut wajah mereka. Yang ada hanyalah senyum juga tawa yang begitu bahagia kelihatannya. Aku yakin senyum itu nyata, tawa itu pun sempurna. Tapi mengapa semua keindahan itu bisa tercipta dalam kondisi yang begitu adanya. Aku yang melihatnya miris, mengapa mereka dapat seceria itu dalam candanya.

Tak sadar aku pun ikut tersenyum melihat keindahan itu. Langkah kecil itu mendekat menghampiri, ia menyapa kearahku yang sedari tadi hanya diam termangu sedih namun iri. Lamunan itu hilang setelah kalimat kecil dari sosok yang menggemaskan itu kudengar. Aku disapa, aku diminta untuk menemani, aku tak menyangka. Semua yang kubayangkan kian hilang berguguran, mereka memintaku seakan aku memang ada dan dibutuhkan.

Terbayang sebuah ingatan, dimana kuberada sebelumnya, di tempat yang baik, dengan semua yang serba memadai, namun segalanya dalam kehampaan. Seperti tak ada lagi perhatian padaku. Yang semua ada terasa tak ada apa-apa. Jangankan meminta, sapaan dari orang-orang yang hidup bersama saja jarang kutemui. Bahkan lirikan mata tak suka sesekali menghampiri.

Kini tempat baru telah kuhuni. Sederhana, dan sempat kupikir mungkin disini aku tak akan bertahan, diasingkan, atau lainnya yang membuatku tak bisa terus di tempat ini, karena keadaan tempat yang seperti ini.

Terlalu cepat aku menilai, seakan semua terasa buruk. Aku salah dengan prasangkaku. Dalam kesederhanaan ini, ada satu hal yang membuatku merasa lebih baik dari biasanya, hangat dalam suasana yang dingin. Orang boleh berkata aku ada di tempat dengan udara yang beku, tapi kehangatan mereka membuatku tak merasa kaku. Mereka mencairkan setiap kebisuanku, celoteh mulut-mulut kecil dari anak muda, petuah-petuah berharga dari setiap orang tua. Aku bahagia secara nyata.

Kali ini aku tak ingin kembali, mereka seperti magnet yang menjadikanku sebuah biji besi. Selalu ingin mendekat, melekat, dan terus dalam kebersamaan mereka. Langkah kecil berdatangan bersanding dengan sepasang kaki yang kukuh, menghampiriku untuk sebuah harapan, agar aku bisa membagi pemahaman.

Seperti mendapat seribu keajaiban, aku tersenyum bersama mereka. Kebahagiaan itu tak pernah usai, menghapus semua prasangkaku. Kusadari, bahwa sebuah keindahan tak harus dengan sesuatu yang mewah. Dan sebuah kesederhanaan bukan berarti tak menyenangkan. Berpikir positif pada setiap keadaan, bahwa semua yang ada sebenarnya baik, hanya hati kurang menerima dengan ikhlas.

Komentar

  1. Jika hati belum sepenuhnya ikhlas, bagaimana kita bisa mengikhlaskn itu semua?......

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hati sering sulitsuntuk berubah rasa, namun perlahan dengan pasti ikhlas akan tumbuh jika memang niat untuk merubah hati itu benar-benar dilaksanakan. Dengan cara bagaimanapun, hati akanaberubah jika yg memilikinya berniat merubah.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hati Tak Pernah Sama Rasa

Ketakutan Dalam Sebuah Pilihan

Kepuasan Hati