Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2018

Tahukah Kamu Tentang Mereka

Sudahkah engkau ketahui, sebuah kisah lama tentang orang tuamu. Kisah tentang bagaimana ia belajar. Kisah tentang bagaimana ia pertama kali bekerja. Kisah tentang pengalaman mereka saat mereka mulai bingung menghadapi masalah mereka. Atau kisah tentang bagaimana mereka berusaha agar engkau tidak melihat keluhan mereka saat ingin membahagiakanmu. Mungkin engkau tahu, beberapa hal yang kau lihat pada mereka. Mungkin kamu memahami sebagian kecil kisah yang sengaja mereka bagikan. Tapi tahukah, berjuta hal lain yang sengaja ia tutupi darimu. Dan tahukah, karena semua itu engkau bisa terus tersenyum sampai saat ini. Mereka tidak berbagi bukan karena mereka tak mau. Mereka menyembunyikan bukan karena mereka tak peduli. Sama seperti apa yang selama ini sering engkau rahasiakan pada mereka. Engkau tak ingin mereka kecewa jikalau mereka tahu tentangmu lebih jauh. Engkau tak ingin apa yang kamu sembunyikan itu mereka ketahui, karena kau ingin kebahagiaan mereka. Mereka pun pernah sepertimu, m

Kepuasan Hati

Kalau aku seorang anak, apakah orang tuaku akan bahagia dengan keadaanku sekarang. Kalau aku adalah orang tua, akankah anakku akan bahagia dengan keadaanku sekarang. Jika aku seorang kakak, nyamankah adikku dengan k eadaanku sekarang. Jikalau aku seorang adik, maukah kakakku berbagi sedikit tawa bersamaku saat ini. Kalau aku bukan siapa-siapa, bisakah orang lain menerima keadaanku yang sekarang. Pertanyaan hati yang selalu membangun diri untuk terus membenahi dirinya. Yang kadang itu dilupakan. Kadang hati merasa telah melakukan hal yang baik, telah memberi sesuatu yang begitu banyak pada mereka. Hati merasa ia telah melakukan sesuatu yang itu seharusnya mendapat satu balasan setimpal. Padahal dalam kebenarannya ia tak pernah tahu hal apa yang telah mereka berikan kepadanya. Ia tak akan puas dengan apa yang mereka beri, padahal kepuasan mereka adalah sedikit dari hal yang ia beri pada mereka. Ia terus meminta, namun mereka terus khawatir sudah cukupkah yang mereka berikan. Sering pr

Mencari Suatu Kebenaran

Harus berapa kali aku terus meminta sesuatu yang tak semestinya. Aku tahu bukan kepadanya aku berharap, bukan kepadanya aku menggantungkan keinginan. Karena dia pun punya harapan yang sama sepertiku, dia bukan pengkabul harapan, dia pun bukan pewujud semua keinginan. Dia hanyalah perantara pada sebagian kuasa Tuhan. Dia hanya satu perantara saat setitik keinginan itu kumiliki, dia membawanya tapi itulah yang Tuhan titipkan. Dia membawa setitik jawaban dari harapanku, namun juga membawa berjuta harapan yang ia miliki untukku. Ia mengantar bukannya memberi, namun selebihnya adalah permintaan untuk sebuah balas budi. Harapanku terlalu banyak, dan mungkin kusampaikan harapan ini pada Tuhan, tapi bukan untuk-Nya. Aku berharap pada Tuhan, untuk seseorang, yang ia mungkin bisa tahu namun tak dapat memberinya, karena semua harapan hanya Tuhanlah semata yang mengabulkan. Manusia memang terlalu banyak memohon, terutama pada manusia lainnya. Benar ia meminta pada Tuhannya, tapi sasarannya sela

Salahnya Hati

Ketika hati salah rasa di waktu itu seseorang lupa. Ia gelisah disaat kekasihnya tiada kabar. Ia risau saat pekerjaannya tak tuntas. Ia bingung dikala ada ujian yang tertinggal. Ia tak bisa tidur ketika tak ia dapatkan sepeser uang dari yang ia lakukan. Ia selalu saja terpikir oleh hal yang baru saja ia lihat. Seolah tak lagi ada kehidupan ketika hal yang ia inginkan tak bisa ia dapatkan. Tak sadar, perilaku yang sering ia lakukan. Semua hal yang ia rasakan selama itu adalah sesuatu yang menyimpang dari alur hidup yang sesungguhnya. Ia tahu kehilangan kekasih itu sedih, tapi ia lupa tak ada yang lebih menyedihkan dibanding kehilangan seorang ibu. Ia tahu meninggalkan pekerjaan adalah hal yang salah terhadap bosnya, tapi ia tak sadar, karena kesibukannya ia menjadi lupa terhadap orang tuanya. Ia tahu ketika apa yang ia lakukan tidak lagi dihargai orang, namun ia tak pernah ingat, ketika penghargaan ia capai disisi lain dia tak mendapatkan Tuhannya. Hati sering merasa senang, tapi kes

Mengapa Setiap Hal Terjadi

Mengapa luka yang tak berdarah itu sulit untuk sembuh. Mengapa luka yang tertutup itu sulit untuk diobati. Mengapa luka dalam itu sangat menyiksa diri. Mengapa ketika rasa sakit itu dirasa tiada orang yang tahu dan memahami. Mengapa rasa kecewa dan sakit itu harus dirasakan. Mengapa manusia selalu mengharap sebuah kebahagiaan. Mengapa setiap manusia selalu meminta kenikmatan. Mengapa manusia selalu menginginkan kasih sayang. Mengapa manusia selalu berkorban untuk hal yang ia mau. Mengapa manusia begitu sulit untuk mendapatkan hal yang ia impikan. Telah jelas bahwa setiap makhluk itu ada karena kuasa-Nya. Semua diciptakan semata untuk ibadah kedapa-Nya. Unsur dalam ibadah adalah mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dan semua hal yang terjadi sudah menjadi rencana-Nya. Manusia dan yang lainnya hanyalah hamba yang harus menaati-Nya. Allah memberi rasa sakit adalah bentuk rasa kasih pada hamba-Nya. Tanda perhatian terhadap hamba-Nya. Allah ingin tahu dengan ujian itu bagaimana h

Dunia Masa Kini

Melihat dunia masa kini. Semakin sakit dirasa hati. Melihat kenyataan yang kian menjadi. Anak muda seperti tak tau diri. Yang tua pun seenaknya sendiri. Bangga dengan apa yang dimiliki, tapi tidak sadar bagaimana yang ia kagumi. Zaman terus berkembang, meluas, dan terus bergerak cepat. Tapi disisi lain yang banyak tidak diketahui adalah adanya penyempitan dalam keleluasaan. Maksudnya ketika yang lain terus berkembang luas, semakin besar, ada beberapa hal yang semakin lama terus menyempit, mengecil dan terus mengalami kemunduran. Etika, menjadi pokok kemunduran bangsa di seluruh dunia dalam kemajuan teknologi, khususnya Indonesia. Remaja, adalah titik fokus yang terus menyempit. Orang yang menjadi pandangan, pejabat, mereka yang dewasa juga tidak lepas berpartisipasi dalam gerakan kemunduran dalam kemajuan. Bagaimana tidak seorang anak kecil, yang jikalau dulu ia selalu santun, penurut, tidak berani berlaku kasar. Tapi saat ini, seusia SD, SMP, SMA, mereka kasar kepada orang tua, ke

Kehadiran Seorang Hamba

Sepah terasa, hambar suasana. Bagai bumbu yang telah padu namun tiada rasa. Aku disini tapi hanya nama. Aku berbicara yang ada hanya suara tanpa rupa. Tanpa sapa, tiada kuasa, semua mengalir tanpa daya. Mereka menyebutku namun nama layu. Mengalun merdu tapi terasa sendu. Hanya kepada-Nya aku mengadu, tak ada yang lain karena Dialah yang Satu. Ketika keadaan satu hal hidup dalam kebersamaan. Beriringan dalam keceriaan namun hati belum menemukan satu kedamaian. Semua yang kecil tak lagi terasa ringan, yang berat semakin menjadi beban. Karena kehadirannya hanya sebagai ruh gentayangan. Yang ada namun terabaikan. Kecil dirasa hati, lemah terasa mati. Usaha tak digubris lagi, seakan semua tak peduli. Sepi, menemani disetiap hari. Begitu sara manusia, melawan hari-harinya. Disaat satu usaha tak pernah dirasa berguna. Namun tak seharusnya rasa itu ada, karena sekecil apapun usaha , tak ada yang percuma di mata-Nya. Semua hal tak pernah ada yang sia-sia. Karena kebe ncian-Nya hanyalah keti

Iba Pada Diri Sendiri

Ingin jadi seperti dia, yang bisa ini bisa itu. Ingin bisa seperti mereka, yang selalu begini selalu begitu. Malu dengan diriku sekarang yang tak bisa apa-apa. Ini tidak dapat kulakukan, itu pun tak dapat ku kuasai. Aku rendah diantara mereka. Aku kecil tanpa daya. Aku lemah di banding mereka yang bisa segalanya. Isi hati manusia, tak pernah usai dalam keluhnya, tak pernah puas dalam inginnya. Manusiawi, jika manusia ingin baik sendiri, ingin menjadi yang paling baik dari orang-orang yang baik. Lupa, tak pernah ia sadari kapan mereka harus berharap, kapan mereka harus berterima kasih. Manusia sering mendongak ke atas, bahkan lupa melihat jalannya yang dibawah. Mereka melihat langit saat berjalan, tetapi lupa jalan mereka di bawah, yang menjadi pijakan langkah mereka di bawah. Manusia melangkah kedepan, tatapannya condong ka atas di pucuk pepohonan yang mereka temui, tak menghiraukan di jalan mereka ada lubang, tak sadar kalau mereka telah jatuh kedalamnya. Mereka tahu telah terjerum

Mentari Dalam Mendung

Putih terbalut hitam, kadang kasih hidup dalam diam. Terlihat putih cahaya namun sinarnya lampu malam. Rembulan redup seakan tenggelam, mentari bersinar di atas langit yang tampak hitam legam. Bukan aneh jika seseorang tertawa terkekeh-kekeh. Ketika sesamanya bersama kesedihan yang diperoleh. Yang lain menangis namun lainnya senyum tertoreh. Sebagian menyetujui sebagian pun tak boleh. Ada yang mendukung berat ada pula yang menganggap remeh. Beda hati beda rasa, beda mata beda pandangnya. Hati satu menilai suka, satunya menilai percuma. Biasa terasa karena manusia memang selalu beda. Yang terbaik hanyalah biarkan mereka bersuara, untuk kemudian kita pilah pendapatnya. Cara bijak tak perlu mengajak. Cukup sadar diri untuk bertindak. Berilah contoh dengan hal yang dirasa layak. Karena sifat manusia pasti berbeda dan terlalu banyak. Terlabih saat satu hal dijalani janganlah berkata tidak, karena hal itu membuat senyum di bibir namun hati terisak. Bukanlah layak nya hakim yang harus men

Usai Oleh Usia

Tak terasa manakala masa berlalu begitu saja. Sejenak diri berkata namun sebenarnya terlalu banyak yang terbuang sia-sia. Tak sadar selama ini hanya menutup mata dan juga telinga, membiarkan segalanya hilang begitu saja. Hingga kini merasa semua tak berguna. Salah jika terus merasa lelah. Istirahat lama tak membuat diri berubah. Hanya terdiam dan menengadah, harapannya semua masalah akan usai dengan ibadah. Namun nyatanya semua tak terwujud tanpa usaha dan susah payah. Terperangah menatap langit yang anginnya selalu berpindah. Sadar akan dirinya yang terlalu dekat dengan satu masalah dan tak sudah-sudah, tetapi usia terus bertambah. Masa berjalan terus berganti, menanti kapan ia akan mati. Terduduk di ruang sunyi, menyepi dari keramaian untuk mengasingkan diri. Iba pada diri sendiri, batin takut pada cerita di akhir nanti. Tetapi apa kuasa hati jikalau terlambat mengingat Ilahi. Janji tak pernah tepat. Kadang lupa kadang pun terlambat. Berkaca berbayang empat. Sejenak rasa tubuh sem

Harapan Yang Tak Nyata

Rasa yang syahdu, sesuatu yang dimau, dan semua yang dituju. Semua padu menjadi satu. Indah terbang bagai kupu-kupu. Ayu rupa seakan bunga tak pernah layu. Semua hal itu tersimpan dalam angan yang beku. Tetapi cantiknya kupu-kupu tak selalu menghisap madu. Harapan nan indah terbayang, segala hal menari kian melayang-layang. Menari-nari bagai ilalang tertiup angin di tanah lapang. Tapi juga kadang mimpi hilang bagai jalan raya yang mulai lengang. Sungguh sayang semua yang terjadi hanya sebuah bayang-bayang. Harga diri seperti tiada lagi. Berlari kesana kemari mencari jati diri. Memungut mimpi yang tak lagi dimiliki. Semua terjadi, dilewati sampai tak tau diri. Iri kepada siapapun yang ditemui. Sampai hati membuat semua tersakiti. Cerdas, kadang otak terlihat waras. Sekilas, hati memelas pada sesuatu yang tak pantas. Rasa tergilas saat harapan selalu kandas. Semua nasehat terlibas karena hati kadang juga keras. Padahal semua hal rumit dapat tuntas jika hati mau untuk ikhlas. Menerima

Harga Sebuah Penantian

Mahal tak terbilang mahal. Dipikir-pikir tak masuk di akal. Lama waktu dalam hayal bersama penantian yang tak terjual. Mata terbuka hanya sesisi, wajah lesu pucat pasi. Hela nafas panjang pendek tak serasi. Menyokong kekosongan hati yang tak lagi terisi. Makan tak enak nasi terasa basi. Tidur tak nyenyak karena kosong bantal disisi. Berlagak akur padahal ngawur. Jujur berkata namun hati lain jalur. Harapan semakin gugur, jatuh ke tanah yang kemudian terkubur. Basah tersiram air lalu kering dan hancur. Lama masa dalam penantian yang tak terukur. Kadang sadar namun sekilas takabur. Hati tahu ia tak boleh kufur. Gula manis seakan tawar, senyum sinis hati terbakar. Saat penantian tak mendapat kabar, segala urusan jadi terlantar. Tubuh terkapar di dalam kamar, setiap waktu yang ditunggu tak pernah terbayar. Selaksa sebuah masa dimana cuaca cerah petir menggelegar. Gusar bukan kepalang ketika penantian seperti pasar. Pasar yang setiap hari terbuka laris lancar. Waktu banyak berlalu, sema

Mata Hati

Melihat sesuatu yang jauh lebih dalam. Merasakan segala hal dalam ramai dan diam. Terluka tanpa darah namun terasa lebih tajam. Bergerak tanpa berpindah yang tak kenal siang maupun malam. Pikir terlupa namun satu hal itu tak pernah amnesia. Kadang menangis bersama kering air mata. Tangisnya saat duka maupun tawa. Keras dan lembut dapat berganti seketika. Kian seringnya berubah setiap massa bagai drama. Hilang dan tumbuh rasa bagai bayang-bayang. Sebentar pergi sejenak kemudian datang. Bukan layang-layang namun lebih tinggi saat terbang. Kadang merasa ada kadang pula terasa terbuang. Semua rasa kian menjadi lapang. Diantaranya ada kasih nan juga sayang. Namun juga tak lepas dari rasa bimbang.

Malam Yang Kelabu

Gelap, beriringan sunyi semua senyap. Gelagap, udara dingin ajak selimut tebal menyingkap. Kedap, semua terkunci kemudian lenyap. Sayap-sayap malam mengepak pelan dan mengendap. Serangga kecil perlahan terlahap. Terdiam, menyadari kalau ini adalah malam. Seram, terasa semua hal menjadi kejam. Terisak menahan diri dalam suram. Teringat masa-masa yang selalu kelam. Hanya meronta tartahan dalam diam. Terpaku, oleh satu titik rancu. Memisahkan sesuatu yang kian tak lagi padu. Memandang dekat tetap dengan warna abu-abu. Jelas mata melihat sekilas pandangan tersapu. Segala ketakutan berkumpul menjadi satu. Dingin, terasa dalam tiap belaian lembut angin. Masa lalu kadang kembali walau hati tak ingin.

Gejolak Rasa

Terombang ambing bagai dilaut menghantam tebing. Hati meronta walau tubuh tak bergeming. Berpikir keras berbalut rasa pening. Ada namun selalu terasa asing. Inginkan usai namun leher terikat bagai kambing. Terperanjat oleh keadaan yang tak hanya sesaat. Melekat seperti kertas terkena perekat. Semua berjalan perlahan dan terus semakin berat. Melambat, tak lagi dapat berjalan lebih cepat. Terjerat oleh keadaan dalam hati yang tak sepakat. Mengikutinya sama halnya membiarkan jiwa tersayat-sayat. Merah, tetapi bukanlah karena darah. Marah, namun terhadap diri yang tak dapat tumpah. Dalam menusuk seperti anak panah. Pecah, selaksa batu menghantam gerabah. Semua tak lagi terasa indah, tertutup susah saat hati tak lagi dapat amanah.